LAPORAN SURVEY DAN PENGEMBANGAN LAHAN

Latar belakang

Pengukuran luas lahan di Indonesia umumnya masih dilakukan dengan alat ukur tanah theodolit untuk mendapatkan titik-titik koordinat di suatu wilayah. Setiap alat ukur berpindah tempat, sebanyak itu pula harus dilakukan pengkondisian agar didapat data yang akurat. Faktor emosi dari operator alat sangat mempengaruhi akurasi hasil pengukuran yang pada akhirnya mempengaruhi akurasi peta yang dihasilkan. Disamping itu, waktu pengerjaan hingga dihasilkan hasil pengukuran pun sangat lama. Saat ini, teknologi GPS sudah menghasilkan alat penerima data koordinat posisi yang kompak dan cukup murah dengan akurasi yang memadai. Dengan penerima GPS ini, informasi koordinat sebuah titik di muka bumi bisa diperoleh dengan cepat dan bias menjangkau semua titik di permukaan bumi. Sementara itu, teknologi pengolahan data berukuran besar juga sudah tersedia berupa produk-produk teknologi komputer, baik hardware maupun software. Dengan menggabungkan penerima GPS sebagai alat akuisisi data dan komputer sebagai pengolah data.

1.2. TUJUAN

Tujuan umum dari kajian ini adalah mencari strategi dan program dalam menangani masalah-masalah yang timbul di daerah rawan kekeringan, terutama di daerah lahan kering wilayah pedesaan, baik dari aspek sumber daya lahan maupun sumber daya masyarakatnya.
Tujuan khusus dari kajian ini, adalah: 1) Mencari pola penanganan masalah fisik lahan rawan kekeringan, terutama daerah lahan kering di kawasan pedesaan dan 2) Mencari alternatif penanganan masalah, baik sosial maupun ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat pedesaan di lahan rawan kekeringan, terutama daerah lahan kering.
Sasaran yang ingin dicapai dalam kajian ini, adalah:
1) Meningkatkan produktifitas lahan di daerah lahan kering yang rawan terhadap kekeringan di kawasan pedesaan,
2) Menekan serendah mungkin pengaruh negatif penurunan produktifitas lahan di kawasan pedesaan,
3) Mengurangi semakin rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan, terutama di daerah lahan kering.

Adapun tujuan kegiatan ini ialah :
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan.
2. Pengukuran suatu lahan pertanian dengan cepat dan akurat

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Survey Global Positioning Systetm (GPS)

Global Positioning System (GPS) adalah suatu sistem navigasi berbasis satelit yang digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan dan waktu yang akurat dipermukaan bumi. Prosesnya dimulai dengan sinyal yang dipancarkan oleh satelit GPS ke bumi, sinyal GPS ditangkap oleh Receiver GPS (posisi, kecepatan dan waktu diperoleh dari sinyal GPS yang diterima), kemudian GPS dikelola dan dimiliki oleh US DoD.
Beberapa keunikan GPS yaitu : gratis, tidak tergantung cuaca, dapat digunakan secara simultan, beroperasi secara kontiniu dan mencakup seluruh dunia serta receiver GPS tidak bisa beroperasi di ruang tertutup atau di bawah hutan lebat.
GPS dikelola dalam suatu sistem yang terdiri dari 3 segmen utama, yaitu :
1. Space Segment
Satelit GPS memancarkan signal pada dua frekwensi, yaitu L1 = 1575,42 MHz dan L2 = 1227,6 MHz. Orbit satelit berbentuk lingkaran dan inklinasi 550 bidang equator dengan peroide putar ± 12 jam dan kecepatannya 4 km/detik. Satelit berada pada ketinggian 20.200 km di atas permukaan bumi dengan pada 6 bidang orbit @ 4 satelit. Jumlah satelit yang tersedia 24 + 3 cadangan aktif.
2. Control Segment
Adapun tugas dari control segment yaitu : monitoring kesehatan satelit, injeksi data ke satelit, prediksi orbit dan sinkronisasi waktu.
3. User Segment
Tugas dari user segment yaitu : menangkap signal GPS (dengan Receiver GPS) dan mengolah data yang diterima (dengan software) untuk keperluan ilmiah dan praktis.
Sistem koordinat GPS dinyatakan dalam lintang(φ), bujur (λ) dan tinggi ellipsoid(h) serta juga dapat dinyatakan dengan koordinat kartesian (X, Y, Z).

1. Lintang (φ)
Merupakan sudut yang dibentuk sepanjang garis normal titik yang bersangkutan dengan bidang equator. Mempunyai nilai antara 0o(di equator) sampai dengan 90o (di kutub). Nilai lintang pada belahan bumi Utara bertanda positif sedangkan nilai lintang pada belahan bumi selatan bertanda negatif .
2. Bujur (λ)
Merupakan sudut yang dibentuk dari bidang meridian Greenwich sepanjang paralel sampai ke titik yang bersangkutan yang mempunyai nilai antara 00 sampai dengan 1800. Kearah timur dari meridian Greenwich disebut dengan Bujur Timur (BT), sedangkan kearah barat dari meridian Greenwich disebut dengan Bujur Barat (BB).
3. Tinggi ellipsoid(h)
Tinggi terhadap permukaan ellipsoid dihitung sepanjang garis normal. Tinggi ellipsoid berbeda dengan tinggi muka laut. Hubungan antara “h” dengan tinggi muka laut bisa ditentukan apabila ada data undulasi.
Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS :jarak
 Pengukuran absolute.
 Pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit (reseksi) yang koordinat (satelit) nya telah diketahui.
 Minimal dibutuhkan empat satelit.
 Empat parameter yang dicari :
• Tiga parameter posisi X, Y, Z atau φ, λ, h.
• Satu parameter kesalahan waktu.

2.2. Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Lahan

Kesesuaian lahan (land suitability) adalah potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk penggunaan pertanian secara lebih khusus, seperti padi, tanaman palawija, tanaman perkebunan. Kesesuaian lahan juga diartikan sebagai tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu.
Aplikasi Penentuan Kesesuaian Lahan Berdasarkan Faktor Penghambat Terbesar ini merupakan aplikasi untuk menentukan kesesuaian lahan terhadap penggunaan untuk penanaman tanaman tertentu. Kesesuaian lahan pada aplikasi ini dilakukan dengan cara membandingkan karakteristik & kualitas lahan dengan persyaratan pengunaan lahan untuk suatu tanaman tertentu. Nilai kesesuaian lahan ditentukan oleh adanya faktor penghambat dan tingkat dari faktor penghambat tersebut. Semakin besar tingkatan faktor penghambat yang ada, membuat kesesuaian lahan semakin berkurang.

2.3. Teknik Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah adalah serangkaian strategi manajemen untuk pencegahan tanah yang terkikis dari permukaan bumi atau menjadi kimiawi diubah oleh penggunaan yang berlebihan, peningkatan keasaman, salinasi atau kimia lainnya kontaminasi tanah.
Tanah termasuk sumberdaya alam yang terbatas dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu dalam pemanfaatannya harus dikelola dan digunakan secara bijak. Artinya dalam pemanfaatan tanah (lahan) harus ada pemeliharaan dan pencegahan terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan tanah dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip konservasi. Pada daerah-daerah yang tidak menerapkan kegiatan konservasi tanah apalagi pada daerah atas (upper watershed area) sering timbul dampak negatif pada lingkungan baik pada daerah yang bersangkutan (on site) yang berupa erosi, penurunan produksi lahan menjadi kritis maupun pada daerah hilirnya (off site) berupa sedimentasi, kekeringan, banjir.

2.4. Lahan Kritis

Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan tersebut.
Ciri-ciri Lahan Kritis Untuk Pertanian :
1) Tidak Subur
Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir).
2) Miskin Humus
Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian,karena tanahnya kurang subur.Humus adalah tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah membusuk. Tanah humus dapat dijumpai di daerah yang tumbuhannya lebat, contohnya hutan primer. Sedangkan lahan yang miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya rusak.
Ciri-ciri Lahan Kritis untuk Permukiman :
Ciri-ciri lahan kritis untuk permukiman adalah kebalikan dari ciri-ciri lahan potensial
untuk pertanian, yaitu:
1) Daya dukung tanah rendah, artinya tidak mampu menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik. Sehingga bila didirikan bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan roboh (amblas).
2) Fluktuasi air tidak baik, artinya air tanahnya terlalu dangkal atau terlalu dalam. Hal ini dapat mempengaruhi bangunan dan kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan tersebut.
3) Topografi
Topografi yang tidak cocok untuk permukiman adalah yang kemiringannya lebih dari 3%. Karena topografi dengan kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan hunian dan keamanan dari bencana alam tersebut.

III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu.

Pengambilan dan pengolahan data dilaksanakan di Danau Maninjau dan di lakukan pada tanggal 27 januari 2010

3.2. Alat dan Bahan.

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu GPS, Alat tulis,di Danau maninjau

3.3. Metode

3.3.1. Perencanaan Pengembangan Lahan Konservasi.

Studi pengembangan sumber daya lahan bertujuan untuk mencari strategi dan program dalam menangani masalah-masalah yang timbul di daerah rawan kekeringan, terutama di daerah lahan kering wilayah pedesaan, baik dari aspek sumber daya lahan maupun sumber daya masyarakatnya.
Data yang digunakan dalam kegiatan studi ini adalah data sekunder skala nasional maupun regional yang tersedia dan kasus-kasus contoh yang terjadi dan berhubungan erat dengan pertanian, sumber daya lahan, daerah lahan kering dan wilayah pedesaan dari segi fisik maupun sosial ekonomi.
Dalam studi kajian ini digunakan pendekatan analisis deskriptif dimana data yang didapatkan kemudian dianalisis dan ditabulasi untuk mendukung deskripsi kajian, sehingga menghasilkan sintesis kajian dan keluaran strategi yang tepat.
Kesimpulan dari kajian ini pada dasarnya adalah bahwa usaha pengembangan sumberdaya lahan di kawasan pedesaan, dilakukan melalui aspek fisik dan sosial ekonomi. Aspek Fisik berupa konservasi lahan, konservasi dan pengelolaan air , serta diversifikasi usahatani. Sementara itu, aspek sosial ekonomi dilakukan melalui; diversifikasi usaha rumah tangga dan peningkatan peran lembaga sosial dan ekonomi pedesaan.
Sedangkan rekomendasi dari kajian ini adalah perlunya dilakukan langkah-langkah dalam bidang:

(a) Konservasi lahan,
(b) Konservasi dan pengeloaan air,
(c) Diversifikasi usahatani,
(d) Diversifikasi usaha rumah tangga petani,
(e) Peningkatan peran lembaga sosial dan ekonomi pedesaan,
(f) Pengembangan peraturan perundangan.

3.3.2. Survey GPS.

GPS yang merupakan kependekan dari Global Positioning System, adalah suatu sistem radio navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia (Abidin, 1995). Nama lengkapnya adalah NAVSTAR GPS (Navigational Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) ada juga yang mengartikan “Navigation System Using Timing and Ranging”.
Penerima GPS memperoleh sinyal dari beberapa satelit yang mengorbit bumi. Satelit yang mengitari bumi pada orbit pendek ini terdiri dari 24 susunan satelit, dengan 21 satelit aktif dan 3 buah satelit sebagai cadangan. Dengan susunan orbit tertentu, maka satelit GPS bisa diterima di seluruh permukaan bumi dengan penampakan antara 4 sampai 8 buah satelit. GPS dapat memberikan informasi posisi dan waktu dengan ketelitian tinggi. Teknologi GPS mulai dikembangkan sekitar tahun 70-an oleh pihak militer Amerika Serikat melalui Departemen pertahanan USA yang digunakan untuk kepentingan militer. Seiring dengan perkembangan system ini, GPS telah digunakan secara luas di pelbagai bidang diluar kepentingan militer dan dikembangkan tidak hanya di negara Amerika Serikat saja, melainkan di seluruh dunia. Untuk mengetahui posisi dari GPS, diperlukan minimal 3 satelit. Pengukuran posisi GPS didasarkan oleh sistem pengukuran matematika yang disebut dengan Triliterasi. Yaitu pengukuran suatu titik dengan bantuan 3 titik acu.


Meskipun ketelitian GPS sudah cukup akurat, namun kelemahan GPS adalah ketika melakukan pengukuran komponen tinggi. Komponen tinggi GPS mempunyai ketelitian yang lebih rendah dibandingkan komponen horisontal disebabkan oleh faktor geometri satelit yang tidak memungkinkan pengamatan di bawah horison, sehingga kekuatan ikatan jaring untuk komponen tinggi lebih lemah, kemudian adanya beberapa bias seperti bias troposfer yang akan mempengaruhi tingkat ketelitian (memperjelek ketelitian) yang lebih pada komponen tinggi. Hasil penelitian seorang engineer GPS bernama Jaldelhag (1995) menyatakan bahwa ketelitian komponen tinggi GPS lebih rendah sekitar 3 kalinya ketelitian horizontal. Saat ini telah banyak aplikasi dari teknologi GPS untuk memonitor land subsidence (penurunan tanah), platform (struktur) subsidence, inflasi dan deflasi gunung api yang memanfaatkan komponen tinggi (tinggi elipsoid) yang diberikan sistem GPS.

3.3.3. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Lahan (aktual-ideal).

Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Luas daratan Indonesia mencapai 188,20 juta ha, yang terdiri atas 148 juta ha lahan kering dan 40,20 juta ha lahan basah, dengan jenis tanah, iklim, fisiografi, bahan induk (volkan yang subur), dan elevasi yang beragam. Kondisi ini memungkinkan untukpengusahaan berbagai jenis tanaman, termasuk komoditas penghasil bioenergi. Pengembangan komoditas penghasil bioenergi sangat penting untuk mengantisipasi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di masa yang akan datang. Isu nasional yang muncul akhir-akhir ini adalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga perlu diupayakan sumber energi alternatif pengganti BBM dari sumber-sumber terbarukan atau bioenergi. Komoditas sumber bioenergi sebagian besar merupakan penghasil bahan pangan, seperti kelapa sawit, kelapa, jagung, ubi kayu, tebu, dan sagu.
Tim Nasional Bahan Bakar Nabati telah mencanangkan lahan 6,50 juta ha untuk pengembangan empat komoditas utama penghasil BBN, yaitu kelapa sawit, jarak pagar, tebu, dan ubi kayu. Dari luasan tersebut, 1,50 juta ha diperuntukkan bagi pengembangan jarak pagar. Untuk mendukung pengembangan komoditas penghasil bioenergi telah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan secara biofisik. Hasilnya menunjukkan terdapat 76,40 juta ha lahan yang sesuai untuk kelapa sawit, kelapa, tebu, jagung, ubi kayu, sagu, kapas, dan jarak pagar. Namun, sebagian besar lahan tersebut telah dimanfaatkan untuk penggunaan lain, baik di sektor pertanian maupun nonpertanian. Permasalahan dalam pengembangan komoditas bioenergi, seperti kelapa sawit, kelapa, jagung, ubi kayu, dan tebu, adalah persaingan. Beberapa tanaman yang potensial Selain potensial sebagai penghasil bioenergi, beberapa komoditas tersebut, seperti kelapa sawit, kelapa, kapas, ubi kayu, tebu, dan sagu, juga merupakan komoditas sumber bahan pangan dan pakan. Oleh karena itu, pengembangan komoditas penghasil bioenergi tersebut akan bersaing dengankebutuhan untuk pangan maupun pakan.Perluasan areal tanam (ekstensifikasi) merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan produksi berbagai komoditastersebut, sehingga dapat memenuhi kebutuhan, baik untuk pangan, pakan maupun bioenergi. Sementara itu, jarak pagarbelum dibudidayakan secara komersial,meskipun tanaman ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak.

3.3.4. Teknik Konservasi Tanah dan Air.

IIA P0 Teras tradisional dengan benih tanaman lokal, tanpa ada perbaikan teras serta belum ada SPA (Saluran Pembuangan Air) dalam bentuk drop stucktur. IIB P1 Teras tradisional dengan kondisi teras yang belum konturing tetapi telah menggunakan bibit hibrida dan penanaman rumput pada bibir teras. IA P2 Rehabilitasi teras dengan cara melakukan penguatan teras dengan rumput gajah pada tampingan teras dan pemasangan SPA dari trucuk bambu. IB P3 Rehabilitasi teras dengan penguat teras dengan rumput, benih hibrida dan pemasangan SPA dan dilakukan pemantapan agregat tanah dan penaikkan pH dengan menambahkan kapur dan pupuk kandang.
Praktek konservasi tanah yang diterapkan untuk masing-masing perlakuan pola
tanam (P0, P1, P2, P3) dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan yang diterapkan meliputi
konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimiawi (pemupukan). Penelitian dengan
batas alam pada mikro DAS dimaksudkan agar kondisi penelitian dapat mewakili kondisi
alam yang sebenarnya. Masing-masing dicobakan dengan membandingkan kontrol (P0)
sesuai dengan apa yang biasa dilakukan oleh petani setempat. Selanjutnya kontrol tersebut
sebagai pembanding untuk kegiatan konservasi tanah dan air lainnya yang merupakan
kombinasi dua atau tiga teknik konservasi sekaligus.
3.3.4.1. Sistem Pola Tanam
Pertumbuhan tanaman dilakukan pengamatan secara transek diagonal dari kiri atas ke kanan bawah (I) dan dari kanan atas ke kiri bawah (II) sebagai ulangannya.Pertumbuhan singkong selalu didominasi oleh tanaman singkong pada blok IA dimana tanah diberi perlakuan konservasi tanah secara mekanis dan vegetatif. Selanjutnya diikuti tanaman singkong pada blok IB yang diberi perlakuan lengkap yaitu secara mekanis, vegetatif dan pemupukan. Terendah pertumbuhan tanaman pada blok IIA yang merupakan blok kontrol yang tidak diberi perlakuan teknik konservasi tanah apapun hanya dikelola sesuai kebiasaan petani yaitu menggunakan tanaman lokal dan pupuk kandang sedikit sekali.
3.3.4.2. Analisa Data
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dilakukan pada kajian ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :
a. Analisis teknik pengelolaan lahan kering palawija yang biasa diterapkan masyarakat petani meliputi analisis kondisi biofisik dan sosek masyarakat lahan kering palawija.
b. Analisis kelayakan teknik konservasi tanah dan air dan kelayakan ekonomis yang sesuai dengan keinginan masyarakat setempat.
Pengamatan kondisi biofisik dengan mengumpulkan parameter biofisik lahan meliputi jenis dan pola tanam, pengolahan lahan, teknik konservasi, erosi dan limpasan, infiltrasi, ambang batas erosi yang diperkenankan, sifat fisik dan kesuburan tanah. Pengamatan kondisi sosial ekonomi masyarakat dilakukan dengan mengamati persepsi dan motivasi masyarakat terhadap kegiatan konservasi tanah pada lahan kering palawija, khususnya para pemilik lahan yang masuk pada Sub DAS SAPI baik yang didalam area penelitian maupun diluar area (kontrol).

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Data pengukuran sudut horizontal dan sudut vertikal dengan menggunakan GPS pada pengukuran sungai maninjau :
No. x (m) y (m) z (m2)
1 636015 9964567 6009156847
2 635114 9959899 -1954880892
3 635114 9956821 4782071948
4 634564 9955728 9766627928
5 633564 9955430 22400351064
6 631314 9955431 10641334122
7 630264 9955729 3133068443
8 629965 9955977 1501836560
9 629965 9958361 -4072030900
10 630465 9959801 8935527275
11 629615 9960546 5450069909
12 629366 9965263 13831743460
13 628116 9967448 -10931103772
14 629366 9969881 -20155706894
15 631466 9971122 -14956683000
16 632966 9971122 -17291187584
17 634615 9969781 -9425285460
18 635415 9967497 -7842264150
Σ= |-177355096|
Σ = 177355096 m2

Luas Lahan = Z/2
= 177355096 m2 / 2 = 88677548 m2 = 88,6 km2
Maka, berdasarkan penghitungan yang telah diakukan, luas sungai maninjau yaitu : 88,6 km2.

4.1. Pembahasan survey GPS

Dalam kegiatan ini langkah pertama yang harus dilakukan ialah mempersiapkan seluruh peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan agar pada saat berlangsungnya kegiatan tidak repot. Peninjauan lokasi lahan diperlukan agar mempermudah kita dalam pengambilan data.
Pengambilan Data dari Lapangan
Pengambilan data dari lapangan yaitu dengan memplot-plotkan titik yang akan di ambil koordinatnya dan pada alat gps harus terlebih dahulu diatur datum yang digunakan yaitu dengan datum wgs 84dan menggunakan proyeksi UTM. Data ”X” diambil dari koordinat atas sedangkan ”Y” koordinat bawah.
Pengolahan Data
Setelah data koordinat diambil dari lapangan maka langkah selanjutnya ialah mengolah data yang didapatkan. Pada pengolahan data ada 2 cara yang digunakan yaitu
• perhitungan dengan metode tali sepatu
Penggunaan istilah “Sistim Tali Sepatu” adalah karena rumus yang digunakan untuk menghitung luas hasil hitungan koordinat titik-titik pengukuran lebih mirip dengan jalinan tali pengikat sepatu, yaitu tali yang menyilang satu sama lainnya. Jika diformulasikan, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Σ (Xn x Yn+1) - (Yn x Xn+1)
Luas = -----------------------------------
2

Keterangan :
Xn= nilai absis (X) dari koordinat titik ke n
Yn = nilai ordinat (Y) dari koordinat titik ke n
n = nomor titik hasil pengukuran ke batas (1, 2, 3, ... dst)
Nomor titik terakhir yang dalam hal ini sama dengan titik awal,

Table 1. Contoh pengukuran luas dengan tabel
Nomor Titik X Y Jarak
1 X1 Y1 (X1 x Y2) – (Y1 x X2)
2 X2 Y2 (X2 x Y3) – (Y2 x X3)
3 X3 Y3 (X3 x Y1) – (Y3 x X1)
4 X1 Y1 -
Ã¥ (((X1 x Y2) – (Y1 x X2)) + ((X2 x Y3) – (Y2 x X3)) + ((X3 x Y1) – (Y3 x X1)))
Ã¥ /2 (((X1 x Y2) – (Y1 x X2)) + ((X2 x Y3) – (Y2 x X3)) + ((X3 x Y1) – (Y3 x X1))) / 2

4.2. Pembahasan Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Lahan

Sudah mulai kritis malahan dijual ke penambang pasir feldspar untuk diambil dijadikan bahan baku keramik. Dengan modal hasil penjualan lahan yang sudah kritis tersebut diharapkan dapat untuk banting stir untuk berusaha diluar pertanian. Hampir semua petani pemilik lahan selalu mempunyai aktivitas sampingan yang justru dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari hari, misalnya :
a. berdagang di luar desa sesuai hari pasaran atau merantau ke luar kota dengan berjualan atau menjadi burh bangunan
b. berjualan di desanya sendiri pada hari pasaran Rabu dan Minggu dengan menjual hasil komoditi pertanian, jual jasa ojek, dll.
c. berternak hewan besar atau ternak kecil selain kotoran untuk menambah pupuk organik juga hewannya untuk cadangan biaya.
d. menjadi pengemudi truk proyek tambang, sopir angkut hasil pertanian ke luar kota atau sopir angkutan desa.
e. beberapa kegiatan lain di luar pertanian yang ramai dilakukan sebagai aktivitas setelah selesai penanaman dan sambil menunggu panen.

Komoditi utama selain singkong juga masih ada yang lainnya antara lain : Jagung, Kacang tanah dan Cabe. Sedangkan untuk tanaman tahunan (keras) jenis kayu kayuan antara lain : Mahoni, Akasia, Petai, dan Kelapa.Produksi ubikayu dengan luasan 229,61 Ha yang dihasilkan mencapai 19.746.46 Kw. jadi rata – rata per hektar tanaman ubikayu menghasilkan 86 Kw. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat di desa Wanadri sebagian besar penduduknya hanya menanam ubikayu, karena sebagian besar pendapatan masyarakat, berasal dari ubikayu. Pekerjaan tersebut turun-temurun dari nenek moyang dahulu kala, sehingga sangat sulit untuk merubah perilaku masyarakat yang sudah melakukan pekerjaan adat kebiasaan dan telah menjadi budaya setempat. Rata-rata kepemilikan lahan petani + 0,37 Ha, namun sebagian kecil yang menanam kacang, cabe dan jagung. rata-rata hasil yang dipanen tiap jenis komoditi.
Hal tersebut menunjukan bahwa cabe, jagung dan kacang dapat ditanam hanya pada musim penghujan saja, dalam satu tahun hanya satu kali tanam, karena lahan yang dimiliki sangat sempit maka hasil yang didapatpun sangat sedikit. untuk harga kacang tanah kering mencapai Rp.3.000.-/kg. sedang harga basah Rp.1.250./kg. Sehingga penduduk cenderung Lebih menyukai ubikayu karena bibit mudah didapat dan harga murah, tidak membutuhkan pemeliharaan dan petani dapat mengerjakan yang lain seperti buruh ngode dan sebagainya.
Juga adanya pabrik tepung tapioka yang ada didesa tersebut membuat masyarakat tidak mau beralih dengan tanaman lain. Ubikayu hasilnya cukup untuk menghidupi keluarga. Maka masyarakat di desa Wanadri sangat tergantung dengan ubikayu, dari limbah pabrik (ampas) ubi diambil oleh masyarakat sekitar, kemudian dijemur dan dijual lagi untuk konsumsi makan ternak. per kuwintalnya Rp.6.000.- Selain penghasilan dari pertanian juga dari ternak Jumlah sapi di desa Wanadri + 51 ekor. jumlah ini merupakan jumlah yang paling rendah dibanding dengan kepemilikan ternak desa lain. Keuntungan yang terjadi pad blok IA karena konservasi tanah yang diterapkan hanya mekanis dan vegetatif. Begitu juga dengan vegetatif dengan rumput dan bibit tanaman lokal tidak memerlukan biaya tambahan sehingga dapat menekan biaya produksi, maka pengelolaan lahan kering akan mendapatkan keuntungan sedikit. Begitu juga untuk keuntungan yang terjadi pada blok IIA karena tidak adanya input konservasi tanah, maka relatif untuk jangka pendek.

V. KESIMPULAN

Global Positioning System (GPS) adalah suatu sistem navigasi berbasis satelit yang digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan dan waktu yang akurat dipermukaan bumi. Prosesnya dimulai dengan sinyal yang dipancarkan oleh satelit GPS ke bumi, sinyal GPS ditangkap oleh Receiver GPS (posisi, kecepatan dan waktu diperoleh dari sinyal GPS yang diterima), kemudian GPS dikelola dan dimiliki oleh US DoD.
Konservasi tanah adalah serangkaian strategi manajemen untuk pencegahan tanah yang terkikis dari permukaan bumi atau menjadi kimiawi diubah oleh penggunaan yang berlebihan, peningkatan keasaman, salinasi atau kimia lainnya kontaminasi tanah.

DAFTAR PUSTAKA

WWW.GPS.COM
WWW.Konservasi Tanah dan Air.com
LAPORAN SURVEY DAN PENGEMBANGAN LAHAN LAPORAN  SURVEY DAN PENGEMBANGAN LAHAN Reviewed by Ginting free Blog on 22.52 Rating: 5

Tidak ada komentar:

loading...
Diberdayakan oleh Blogger.